Kupu-kupu dan Kamu

Pada Oktober 1859, seorang berkebangsaan Inggris bernama Thomas Austin iseng melepaskan 24 ekor kelinci di dekat Melbourne. Hal ini sengaja ia lakukan agar kelinci-kelinci tersebut menjadi target untuk permainan menembak dan berburu yang ia selenggarakan.

Yang tidak diketahui oleh Thomas Austin, kelinci-kelinci tersebut ternyata tidak mempunyai musuh alami di Australia. Selain itu, mereka juga berkembang biak seperti layaknya kelinci (tahu kan mengapa kelinci menjadi logo majalah Playboy?). Apalagi, cuaca pada saat itu cukup hangat sehingga memungkinkan mereka berkembang biak sepanjang tahun.

Akibatnya, sejak 1859 populasi kelinci meledak. Dalam waktu kurang dari 70 tahun, 24 ekor tadi berubah menjadi 10 miliar ekor. Pemerintah Australia sampai kewalahan mengatasi pertumbuhan populasi ini. Mereka melakukan segala cara, mulai dari membangun pagar antikelinci hingga menawarkan imbalan bagi para pemburu kelinci.

Di Australia, kelinci dianggap merusak karena membawa wabah penyakit. Selain itu, mereka menghabiskan vegetasi tanaman sehingga mendorong terjadinya erosi dan punahnya sejumlah spesies karena kekurangan makanan. Mereka juga merugikan peternakan lokal dan diperkirakan kerugian yang diderita mencapai $100 juta per tahunnya.

Sampai sekarang, Australia sangat protektif terhadap apapun yang masuk ke wilayah mereka. Pemeriksaan di bandara Australia adalah salah satu yang paling ketat di dunia. Kalau Anda datang membawa makanan, minuman, obat-obatan, bahkan produk-produk yang mengandung unsur tanaman atau hewan; dijamin Anda harus melalui proses pemeriksaan dan karantina berjam-jam.

***

Günter Schabowski adalah seorang politisi dari Socialist Unity Party of Germany (SED) yang berkuasa di Jerman Timur. Ia bertugas sebagai seorang juru bicara yang memberikan konferensi pers terkait aturan yang berlaku serta mengumumkan segala bentuk perubahan kebijakan kepada publik. Di masa itu, Jerman masih terbelah oleh tembok yang membatasi Jerman Barat dan Jerman Timur.

Pada 9 November 1989, Schabowski mendapat selembar dokumen yang harus ia sampaikan kepada publik. Karena dianggap “business-as-usual“, ia maju ke podium tanpa membaca dan memeriksa dokumen tersebut dengan seksama terlebih dahulu. Isi dokumen tersebut sebenarnya adalah keinginan Jerman Timur untuk menunjukkan kebaikan hati mereka kepada warganya dengan cara memberikan sedikit kelonggaran atas batasan travel untuk sementara waktu.

Sebenarnya tidak ada yang istimewa dalam dokumen tersebut. Cenderung membosankan malah. Bahkan banyak peserta yang hadir sampai tertidur. Hingga suatu saat salah seorang di antara mereka menangkap kata-kata tentang “relaxing travel between the borders.” Entah karena pemilihan kosakata Schabowski yang kurang tepat atau kurang konsentrasi dan mengantuk dalam mendengarkan, beberapa jurnalis mendapat kesan bahwa Schabowski akan menghapus larangan travel tersebut seutuhnya.

Pada akhir konferensi pers, salah seorang reporter menanyakan kapan regulasi tersebut akan mulai diberlakukan? Schabowski berasumsi bahwa, berdasar dokumen yang biasa ia baca sebelumnya, setiap regulasi akan berlaku pada saat itu juga sesuai dengan tanggal konferensi pers dilakukan. “As far as I know, effective immediately, without delay,” katanya.

Kutipan kata-kata Schabowski dalam konferensi pers tersebut menjadi headline di Jerman Barat malam harinya. Hans Joachim Friedrichs, pembawa berita Tagesthemen, mengatakan “This is a historic day. East Germany has announced that, starting immediately, its borders are open to everyone. The GDR is opening its borders … the gates in the Berlin Wall stand open.” Sontak berita ini pun menyebar luas—-tak hanya di Jerman Barat tetapi juga hingga ke Jerman Timur.

Segera setelah mendengarkan berita tersebut, warga Jerman Timur berbondong-bondong menuju enam checkpoint yang membatasi Berlin sisi barat dan sisi timur. Mereka menuntut para penjaga untuk membuka pintu gerbang, “as Schabowski said we can.” Pada awalnya mereka panik hendak menindak orang-orang tersebut dengan cara kekerasan. Namun, karena tidak ada otorita Jerman Timur yang berani bertanggung jawab karena memerintahkan penggunaan kekerasan, maka tak ada yang bisa menghadang kerumunan orang-orang tersebut.

Akhirnya, pada pukul 10.45 malam, pimpinan checkpoint di Bornholmer Straße membolehkan kerumunan orang-orang tersebut lewat dengan sedikit atau bahkan tanpa pemeriksaan sama sekali. Hal ini kemudian mendorong runtuhnya Tembok Berlin. Selebihnya, kita semua sudah sama-sama tahu bagaimana akhirnya sejarah mencatat Jerman bersatu.

***

Dalam teori chaos, dikenal istilah “butterfly effect.” Terminologi ini diperkenalkan oleh Edward Lorenz, meteorolog dan ahli matematika dari MIT. Butterfly effect merujuk pada ketergantungan yang sangat sensitif terhadap kondisi awal suatu sistem di mana perubahan dalam satu waktu saja dapat menghasilkan perubahan besar di waktu yang berbeda.

Lorenz memberikan contoh kepakan sayap sebuah kupu-kupu di tempat yang jauh dapat memunculkan lahirnya tornado besar beberapa minggu kemudian. Pengaruh yang tercipta sering diistilahkan sebagai ripple effect. A very small change in initial conditions had created a significantly different outcome. Hal ini tidak hanya terlihat pada bidang fisika saja, tetapi juga dapat dijumpai di bidang ekonomi, sosiologi, hingga pasar keuangan—-seperti yang terlihat pada dua cerita di atas.

Lalu, apa implikasinya?

Pertama, kita barangkali sering meremehkan hal-hal yang kecil hanya karena hal tersebut terlihat sepele. Padahal, hal-hal kecil tersebut bisa saja membawa dampak yang besar di kemudian hari—-bisa dampak baik seperti kasus Günter Schabowski, bisa juga berdampak buruk seperti kasus Thomas Austin. Seemingly unimportant decisions made by someone, may lead to the entire things being changed.

Kedua, sudah seharusnya kita mempertanyakan hal-hal yang acak (random), tidak wajar, dan keanehan yang terjadi di sekitar kita dan berpotensi mengganggu stabilitas sebuah sistem. Orang-orang (maaf) yang kurang cerdas dan terpelajar umumnya suka hal-hal yang berbau optimisme. Sebaliknya, orang-orang cerdas dan terpelajar cenderung pesimis. The dumb viscerally avoid pessimism, whereas the smart doubt everything.

Yang menarik, hidup sesungguhnya adalah tentang bergerak ke depan, life is about moving forward. Hanya saja, kita baru bisa melihat makna, seperti kata Steve Jobs, dengan melihat ke belakang, “you can only connect the dots by looking backwards.” Butterfly effect menunjukkan bahwa ketidakteraturan sekecil apapun dapat memberikan outcome yang begitu berbeda. Outcome tersebut hanya terjadi sekali. Setelah ia membentuk trajectory atau curvature yang berbeda, maka ujung pangkalnya pun akan menjadi sangat berbeda.