:(

Not found.

Salah Kaprah London

Siapapun yang datang ke ibukota Inggris mungkin bingung mendengar bahwa Kota London dan London bukan hal yang sama. Pada dasarnya, ada dua London: London Raya (Greater London) dan Kota London (City of London), dikenal sebagai City atau Square Mile.

London yang kebanyakan orang tahu adalah London Raya (Greater London). Selain menjadi ibukota, London adalah sebuah daerah seluas 607 mil persegi dan 32 wilayah (borough), termasuk Kota London (City of London). London dan sekitar 8,5 juta penduduknya ada di bawah kekuasaan Greater London Authority dan dipimpin oleh walikota (Mayor of London) yang saat ini adalah Sadiq Khan. Mereka berkantor di City Hall.

Sementara itu, City of London berasal dari permukiman berbenteng milik Romawi yang bernama Londinium. Ia berdiri sekitar 2.000 tahun lalu di tepi utara sungai Thames dan mencakup sekitar satu mil persegi di dalam bentengnya. Atas alasan inilah warga London menyebutnya sebagai “Square Mile.” City of London membentang dari Temple di tepi sungai Thames ke utara hingga Chancery Lane di sisi barat, dan Tower of London di sisi timur ke utara hingga Liverpool Street. Continue reading

Gaya Manajemen Organisasi Spurs

Tottenham Hotspur

Dalam ilmu manajemen strategik dan teori organisasi, setidaknya terdapat dua mahzab besar terkait cara pandang kita terhadap keunggulan kompetitif. Mahzab pertama memandang sumberdaya (resources) sebagai hal yang dapat dieksploitasi oleh organisasi guna membangun keunggulan kompetitif. Mahzab ini diusung oleh Edith Penrose, Jay Barney, Birger Wernerfelt, Gary Hamel, C.K. Prahalad, dan lain-lain, dan dikenal sebagai resource-based view (RBV).

Dalam konteks sepakbola, tim-tim raksasa seperti Manchester City atau Real Madrid menganut paham ini. Mereka percaya bahwa untuk dapat memenangkan persaingan, mereka perlu membangun sumberdaya yang unggulan. Oleh karena itu mereka mengguyurkan dana yang tak terbatas, membeli pemain-pemain terkenal, merekrut pelatih dan manajer unggulan, menarik sponsor yang prestisius, hingga membangun stadion dan fasilitas berkelas dunia. Continue reading

Aristokrasi di Era 4.0

Pusat terjadinya revolusi Perancis, kata diplomat dan sejarawan Alexis de Tocqueville, justru terpusat pada wilayah-wilayah yang menunjukkan peningkatan kekayaan dan standar hidup lebih tinggi di masa Louis XVI. Émile Durkheim bertutur bahwa mobilitas tersebut telah mengganggu keseimbangan natural di masyarakat — yang disebabkan oleh perubahan permintaan atas pekerjaan dan pasokan atas tenaga kerja — yang kemudian memunculkan ketidaknyamanan. Sosiolog Perancis tersebut beranggapan bahwa tidak ada contoh ketidaknyamanan yang lebih tepat selain apa yang terjadi pada Revolusi Perancis.

Mari kita berpindah ke Indonesia di masa sekarang. Teknologi informasi dan komunikasi telah berkembang pesat menawarkan segudang kelebihan dan menjanjikan peningkatan standar hidup. Di sisi lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan pendidikan telah mendorong spesialisasi lapangan pekerjaan dan memunculkan profesi-profesi baru yang memberikan pendapatan lebih tinggi. Dus, kombinasi antara perkembangan teknologi dan kemajuan pendidikan semestinya mampu mengubah struktur sosial di masyarakat ke arah yang lebih baik. Tapi, apakah benar demikian? Continue reading

(Bukan) Piramida Maslow

Piramida Maslow

Semua yang pernah belajar bisnis dan manajemen pasti familiar dengan piramida Maslow. Tapi tahukah Anda bahwa sebetulnya piramida tersebut bukanlah merupakan hasil karya Abraham Maslow?

Piramida Maslow diajarkan di berbagai mata kuliah terkait bisnis dan manajemen, seperti Manajemen, Teori Organisasi, Manajemen Sumberdaya Manusia, Perilaku Organisasi, dan sebagainya. Saking populernya, piramida Maslow bahkan sering dianggap sebagai bagian dari pop culture. Hingga kini, ia masih menjadi salah satu konsep yang paling populer dan diadopsi secara luas. Continue reading

Mengembalikan Keberadaban Dunia Maya

Konon, ibu kota lebih kejam daripada ibu tiri. Namun kini, ada yang jauh lebih kejam daripada ibu kota dan ibu tiri: ibu jari warganet (netizen). Mulai dari pesan viral di media sosial, situs politik, akun selebritas, hingga portal sepakbola, begitu mudah ditemukan caci maki dan hujatan seisi kebun binatang. Apa yang membuat kita berubah? Di manakah rasa kemanusiaan kita sesungguhnya?

Internet dan media sosial memang dunia yang sangat demokratis dan bahkan cenderung anarkis. Siapapun dapat membuat akun, memajang foto, menulis artikel, dan menyebar pesan tanpa harus benar-benar membuktikan jati diri mereka yang sesungguhnya. Anda bisa membuat sebanyak mungkin akun anonim semau Anda—yang di satu sisi dapat mendorong kreativitas, tetapi juga membuka peluang bagi pembuat onar di sisi yang lain.

Dalam konteks masyarakat Indonesia dengan segala keterbatasan literasi digitalnya, ruang-ruang digital semacam ini menjadi lubang yang dapat dimainkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Hal ini bisa menjadi senjata ampuh bagi pihak-pihak oportunis untuk memainkan isu-isu yang dapat memecah belah masyarakat. Bukannya mempersatukan, teknologi digital justru menciptakan fragmentasi dan mendorong perpecahan. Continue reading