Memahami Algoritma Digital
Ada dua orang wisatawan sedang jalan-jalan ke Jogja. Turis pertama mengambil foto Gedung Agung menggunakan kamera digitalnya. Turis kedua membawa alat lukis dan menggambar Gedung Agung di atas kanvas. Kedua wisatawan tersebut sama-sama membuat representasi dari sebuah realita, yaitu Gedung Agung. Tapi apa perbedaan di antara keduanya?
Turis yang menggambar di atas kanvas membuat representasi fisik dengan cara menjatuhkan senyawa kimia berwarna dalam sebuah media yang reseptif. Cara konvensional ini membutuhkan penanganan ekstra dan relatif sulit untuk diduplikasi atau dipindahkan. Seiring berjalannya waktu, cuaca dan temperatur juga akan mengakibatkan degradasi warna dan memburuknya kualitas media.
Turis yang mengambil gambar menggunakan kamera membuat representasi digital dengan cara membagi sebuah area dalam jutaan grid (pixel) dan merekam sederet angka (hex code) untuk mewakili intensitas warna dari masing-masing grid. Kamera juga merekam informasi (metadata) yang memuat data tentang waktu dan tempat, judul dan deskripsi foto, pengaturan kamera (aperture, shutter speed, focal length, ISO speed, dan sebagainya), hingga lokasi di mana foto tersebut diambil (geotagging). Continue reading