(Bukan) Piramida Maslow
Semua yang pernah belajar bisnis dan manajemen pasti familiar dengan piramida Maslow. Tapi tahukah Anda bahwa sebetulnya piramida tersebut bukanlah merupakan hasil karya Abraham Maslow?
Piramida Maslow diajarkan di berbagai mata kuliah terkait bisnis dan manajemen, seperti Manajemen, Teori Organisasi, Manajemen Sumberdaya Manusia, Perilaku Organisasi, dan sebagainya. Saking populernya, piramida Maslow bahkan sering dianggap sebagai bagian dari pop culture. Hingga kini, ia masih menjadi salah satu konsep yang paling populer dan diadopsi secara luas.
Konsep ini membahas kebutuhan dasar manusia dalam berbagai level yang berbeda. Banyak pakar yang kemudian memodifikasinya menjadi berbagai variasi yang berbeda. Banyak pula yang menginterpretasikannya secara berbeda. Namun semuanya memiliki kesamaan: bahwa kebutuhan manusia memiliki jenjang hirarkis yang berbeda, mulai dari yang paling mendasar, hingga yang paling tinggi.
Pada diskusi akademik terkini, piramida Maslow sering mendapat kritikan. Konsep ini dianggap terlalu simplistik dan menyederhanakan kompleksitas seorang manusia. Konsep ini menganggap bahwa semua manusia memiliki kebutuhan dengan urutan yang sama. Konsep ini juga mengasumsikan bahwa kita hanya bisa mengejar atau memenuhi satu kebutuhan saja pada satu waktu tertentu.
Namun yang lebih menarik, sebetulnya Abraham Maslow tidak pernah benar-benar mencetuskan struktur hirarkis semacam ini. Dalam karya-karyanya, Maslow tidak pernah mengatakan bahwa kebutuhan manusia adalah sama. Ia malah mengatakan bahwa urutan atau hirarki kebutuhan tersebut bisa bervariasi. Ia juga menyebutkan sejumlah prasyarat tertentu bagi teorinya tersebut.
Maslow juga menggarisbawahi bahwa manusia sejatunya digerakkan oleh beragam kebutuhan yang berbeda sekaligus—tidak linear seperti apa yang tersirat dari piramida tersebut. Yang lebih penting, Maslow tidak pernah mengusulkan struktur piramida seperti yang kita kenal sekarang ini.
Lalu dari manakah piramida tersebut berasal?
Rupanya, piramida tersebut berawal dari pekerjaan seorang konsultan manajemen. Untuk menerjemahkan konsep awal Maslow yang cukup rumit, ia membuat suatu ilustrasi yang lebih mudah untuk dipahami dan diingat bagi kliennya. Dari sinilah gagasan tentang piramida tersebut kemudian muncul. Klien-klien yang menggunakannya kemudian merasa puas. And the rest is history.
Yang menarik, Abraham Maslow ternyata bukanlah satu-satunya “korban” dari pencatutan nama ini. Sejumlah tokoh besar lain seperti Max Weber, Kurt Lewin, hingga Frederick Taylor pernah dicatut untuk sebuah konsep atau rerangka (framework) yang sebetulnya bukan benar-benar karyanya.
Pengetahuan semacam ini tidak akan pernah kita peroleh kalau kita hanya belajar dari situs web, video-video yang diunggah di YouTube, atau blog abal-abal seperti ini. Walau mungkin terasa lebih mudah dan ringan, belajar dengan menggunakan sarana tersebut akan membuat kita kehilangan daya kritis dan kedalaman pikir.
Oleh karenanya, tak masalah sesekali belajar lewat internet. Tapi untuk mendapatkan esensi ilmu pengetahuan yang terdalam, buku dan jurnal ilmiah yang kredibel (serta mentor yang mumpuni) masih merupakan sarana yang terbaik.