Mengapa Pekerjaan Terasa Membosankan?
Kalau Anda masih ingat, masa kecil kita adalah masa-masa yang sangat indah. Hidup diisi dengan bermain dan bersenang-senang. Kita bisa melakukan apapun yang kita mau. Kita juga bebas menjadi apa saja. Tidak ada seorang pun yang akan menganggap kita aneh atau gila.
Seorang anak kecil bebas saja menjadi pilot dan menerbangkan pesawat, sambil bermain musik, memeriksa pasien, dan berlompat akrobat sekaligus. Anak kecil punya banyak pilihan peran yang bisa dijalankan sekaligus (duplicity atau multiplicity). Tapi ketika kita beranjak dewasa, kita harus mulai mengurangi peran-peran tersebut.
Di dunia modern, lapangan pekerjaan memang mendorong kita semua untuk menjadi seorang spesialis. Anda tidak bisa menjadi pilot di pagi hari, lalu menjadi akuntan di siang hari, dan pada malam harinya menjadi musisi di kafe. Anda hanya bisa menjadi dan menjalani satu profesi pekerjaan saja (single choice, done repeatedly).
Kalau boleh jujur terhadap diri sendiri, apapun pekerjaan Anda dan sudah berapa lama Anda bekerja, pasti tersimpan gelora dalam benak Anda untuk melakukan hal-hal lain yang berbeda. Beberapa dari Anda mungkin ingin bermain musik seperti rockstar terkenal, memacu kendaraan seperti pembalap, bermain bola meniru Lionel Messi, menulis novel atau puisi, dan masih banyak lagi.
Tapi jangan buru-buru menyalahkan atasan Anda atau mengutuk diri sendiri. Masalah ini bisa jadi jauh lebih besar dari apa yang kita perkirakan.
Gagasan tentang spesialisasi ini sebenarnya bisa ditelusur sampai ke filsuf dan ekonom Adam Smith. Ia menuangkan gagasannya dalam magnum opus yang berjudul An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776).
Adam Smith menyampaikan gagasan tentang division of labour. Kalau kita menjadi seorang generalis, maka kita tidak akan menjadi ahli dalam suatu bidang. No one is especially going to be good at anything. Oleh karena itu, diperlukan adanya spesialisasi. Spesialisasi akan membuat seseorang bekerja lebih cepat dan efisien. Ujung-ujungnya, tingkat produktivitas akan naik tajam.
Sayangnya, spesialisasi ini bisa membuat kesenangan (enjoyment) kita jatuh. Hidup menjadi jauh terasa lebih membosankan. Dalam banyak kasus, hal ini bisa membunuh talenta yang kita miliki.
Memang ada kesan bahwa spesialisasi menguntungkan perekonomian secara umum dan mengorbankan kebahagiaan dan kesenangan pekerja atau karyawan. Apalagi, pasar tenaga kerja memang menghargai lebih bagi mereka yang punya spesialisasi lebih daripada mereka yang generalis.
Sebelum Adam Smith, negara-negara di masa lalu menganut paham proteksionisme. Negara yang ingin punya kekuatan dan otonomi harus bisa sedapat mungkin memenuhi kebutuhannya sendiri dan membatasi ketergantungan dari negara lain. Kebijakan ini dikenal dengan merkantilisme.
Setelah Adam Smith, negara-negara di dunia kemudian menganut paham perdagangan bebas (free trade). Kekayaan dan kemakmuran suatu negara akan meningkat apabila masing-masing berfokus pada spesialisasi keunggulan yang dimiliki. Jadilah kita semua makin terdorong untuk menjadi spesialis.
Memecahkan persoalan ini mungkin tidak mudah dan tak bisa cepat. Tapi paling tidak, kita perlu sadar akan masalah ini. Jangan sampai kita terjebak dalam siklus lingkaran setan. Misalnya, Anda membeli mobil supaya bisa bekerja. Anda bekerja supaya bisa membayar cicilan mobil. Begitu seterusnya.
Hal lain yang mungkin bisa Anda lakukan adalah memelihara potensi talenta yang Anda miliki di bidang lain. Jangan melulu habiskan waktu hanya untuk bekerja di bidang Anda. Mengapa tidak menjalani hobi atau berolahraga sesuai kegemaran Anda? Makin bervariasi, biasanya akan membuat hidup terasa lebih fulfilling.