Mengembalikan Identitas Bangsa
Sejak pasar bebas ASEAN digulirkan, timbul kekhawatiran akan masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia yang membawa nilai-nilai yang belum tentu sesuai dengan apa yang kita punya. Dari dalam negeri, kekhawatiran muncul akibat degradasi karakter dan sikap mental masyarakat kita yang dinilai tak lagi mencerminkan nilai-nilai kebangsaan. Belakangan, teknologi dituding memengaruhi interaksi dan dinamika kebangsaan kita. Ketiga hal tersebut sering diangkat sebagai faktor penting yang mengancam identitas kita sebagai bangsa Indonesia.
Bicara identitas, biasanya kita berbicara tentang atribut fisik seperti postur tubuh, tinggi badan, warna kulit, hingga ciri atau bekas luka yang spesifik yang dimiliki oleh seseorang (physical theory). Anda diidentifikasi sebagai Anda karena memiliki kombinasi dari karakter-karakter seperti tersebut di atas yang unik. Ketika terjadi perubahan signifikan pada satu atau beberapa karakter tersebut di atas, maka Anda tidak bisa lagi diidentifikasikan sebagai Anda.
Sebagian peneliti mengkritik teori fisik dan mengusulkan alternatif teori yang lebih bersifat nonfisik (memory theory). Identitas nonfisik dapat berupa ingatan, pikiran, pengalaman, hingga perasaan yang melekat dalam diri seseorang. Akumulasi dari komponen tersebutlah yang membentuk identitas seseorang. Seandainya Anda dapat mengkopi segala ingatan, pengalaman, perasaan yang Anda miliki ke tubuh orang lain, maka tubuh yang baru tersebut diidentifikasikan sebagai Anda.
Identitas juga memiliki atribut yang dapat bersifat kebetulan atau tidak penting (accidental properties) maupun atribut yang bersifat penting dan tak tergantikan (essential properties). Seekor kucing, misalnya, dapat saja karena sesuatu dan lain hal hanya memiliki tiga kaki yang berfungsi normal dan tidak mempunyai ekor. Tapi, tetap saja ia kita sebut sebagai kucing. Ketiadaan ekor dan jumlah kaki yang tidak lengkap tadi disebut sebagai accidental properties.
Sebaliknya, seandainya kita menjumpai seperti seekor kucing yang bersuara mengembik, memakan rerumputan, dan berkembang biak dengan cara bertelur, maka sampai akhir zaman pun kita tidak bisa mengkategorikan hewan tersebut sebagai seekor kucing. Suara yang dikeluarkan, apa yang ia makan, dan cara berkembang biak adalah contoh dari essential properties.
Sepanjang sejarahnya, bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat inklusif. Siapapun dapat menjadi bangsa Indonesia tanpa harus lahir di wilayah Indonesia dan menghabiskan seluruh hidupnya di Indonesia. Banyak orang asing yang kemudian jatuh cinta terhadap Indonesia dan membaktikan hidupnya demi bangsa ini. Di masa perjuangan, tak sedikit pula mereka yang tidak lahir di Indonesia namun ikut serta dalam pergerakan merebut kemerdekaan.
Bangsa Indonesia cenderung tidak terlalu memedulikan identitas fisik dan memandang identitas fisik hanya sebagai bagian dari accidental properties. Perbedaan warna kulit, tinggi badan, kontur wajah, dan atribut lainnya menjadi tidak terlalu penting. Toh, kalau kita kumpulkan atribut fisik dari Sabang hingga Merauke, kita akan menemukan ratusan bahkan ribuan konfigurasi identitas yang berbeda. Namun, semua itu tetap kita rangkul dalam satu pelukan bangsa Indonesia.
Sebaliknya, bangsa Indonesia memiliki atribut penting yang sifatnya lebih nonfisik. Atribut penting bangsa Indonesia ini dapat kita temukan misalnya dari Pancasila. Pancasila menjabarkan sejumlah essential properties seperti percaya terhadap adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, memanusiakan sesamanya, menjunjung persatuan bangsa, menyelesaikan permasalahan berbasis kemufakatan, dan memiliki spirit keadilan dan kepedulian sosial yang tinggi.
Globalisasi dan perkembangan teknologi membuat perubahan terjadi begitu cepat. Dinamika ekonomi dan politik regional terus berkembang. Akses pasar modal dan tenaga kerja makin terbuka. Sebagai bangsa yang adaptif, perubahan harus kita rangkul. Prinsip penting yang harus kita pegang teguh adalah bahwa perubahan boleh menjamah accidental properties yang kita punya, namun jangan sampai perubahan tersebut mencerabut essential properties yang dimiliki bangsa ini.
Misalnya, walaupun bangsa ini sudah berkembang dalam banyak aspek kehidupan, tidak boleh mengurangi keimanan terhadap Tuhan. Walaupun teknologi sudah memudahkan segalanya, bukan berarti kita mengabaikan interaksi sosial dan tak peduli sekitar. Biarpun perekonomian terus membaik, tak boleh kita hanya mengejar kemakmuran dan menciptakan kesenjangan yang lebar dengan menghalalkan segala cara. Walaupun kita dipengaruhi corak dan ragam dari bangsa dan negara lain, tak lantas kita berhak menjadi eksklusif dan terfragmentasi. Setiap suku dan golongan punya kedudukan yang setara tanpa perlu membentuk blok dan klan yang tertutup.
Momentum tahun baru ini dapat kita gunakan untuk sama-sama melakukan refleksi. Marilah kita sama-sama mendorong hal-hal yang mampu memperkuat essential properties dan meminimalkan segala bentuk sikap serta perbuatan yang justru melemahkan essential properties bangsa ini. Betapapun, kita harus bersama-sama melindungi dan memperjuangkan essential properties bangsa Indonesia. Jangan sampai anak cucu kita kelak tak lagi mengenal Indonesia seperti apa yang pernah tertulis indah dalam sejarah.