Virtual Background dan Otentisitas Kita
Selama pandemi, saya telah mengikuti puluhan (mungkin hampir seratusan) workshop, konferensi, dan seminar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Kondisi pandemi membuat saya tidak perlu melakukan perjalanan jauh. Jadi pagi harinya bisa mengikuti acara di Singapura, siangnya kembali ke Jakarta, sore kabur ke India, ba’da Maghrib ke Eropa, lalu dini harinya pindah ke Amerika. Kondisi pandemi juga membuat kebanyakan acara diselenggarakan secara gratis atau diskon yang cukup lumayan. Jadi lumayan banyak penghematan yang bisa saya peroleh.
Yang menarik, selama mengikuti acara-acara tersebut, saya menyimak adanya perbedaan cukup signifikan antara acara di dalam negeri dan di luar negeri. Di dalam negeri, hampir semua peserta umumnya menggunakan backdrop atau virtual background yang sama sesuai dengan tema acara. Di luar negeri, sangat jarang saya temukan penggunaan backdrop atau virtual background yang seragam. Kalaupun ada, mungkin hanya digunakan oleh segelintir kecil panitia inti saja. Keseragaman ini kemudian membuat saya memikirkan gagasan tentang otentisitas (authenticity).
Sebagai seorang pengajar yang lumayan sering membimbing tugas akhir, otentisitas tentu menjadi hal yang sangat penting. Saya cukup sering menjumpai mahasiswa yang kesulitan menemukan topik penelitian tugas akhirnya. Akhirnya, solusi yang dipilih adalah solusi pragmatis. Mereka akan mencari topik yang paling mudah, mencari topik yang datanya tidak sulit diperoleh, mencari topik yang sudah pernah ditulis oleh mahasiswa-mahasiswa sebelumnya — pokoknya tidak ada upaya untuk going extra mile. Tak jarang, dosen pun juga mengalami masalah serupa. Apakah pragmatisme ini salah? Bisa ya, bisa juga tidak. Tapi yang jelas, otentisitas bisa membantu kita melakukan lebih banyak hal. Continue reading