Gaya Manajemen Organisasi Spurs

Tottenham Hotspur

Dalam ilmu manajemen strategik dan teori organisasi, setidaknya terdapat dua mahzab besar terkait cara pandang kita terhadap keunggulan kompetitif. Mahzab pertama memandang sumberdaya (resources) sebagai hal yang dapat dieksploitasi oleh organisasi guna membangun keunggulan kompetitif. Mahzab ini diusung oleh Edith Penrose, Jay Barney, Birger Wernerfelt, Gary Hamel, C.K. Prahalad, dan lain-lain, dan dikenal sebagai resource-based view (RBV).

Dalam konteks sepakbola, tim-tim raksasa seperti Manchester City atau Real Madrid menganut paham ini. Mereka percaya bahwa untuk dapat memenangkan persaingan, mereka perlu membangun sumberdaya yang unggulan. Oleh karena itu mereka mengguyurkan dana yang tak terbatas, membeli pemain-pemain terkenal, merekrut pelatih dan manajer unggulan, menarik sponsor yang prestisius, hingga membangun stadion dan fasilitas berkelas dunia. Continue reading

Aristokrasi di Era 4.0

Pusat terjadinya revolusi Perancis, kata diplomat dan sejarawan Alexis de Tocqueville, justru terpusat pada wilayah-wilayah yang menunjukkan peningkatan kekayaan dan standar hidup lebih tinggi di masa Louis XVI. Émile Durkheim bertutur bahwa mobilitas tersebut telah mengganggu keseimbangan natural di masyarakat — yang disebabkan oleh perubahan permintaan atas pekerjaan dan pasokan atas tenaga kerja — yang kemudian memunculkan ketidaknyamanan. Sosiolog Perancis tersebut beranggapan bahwa tidak ada contoh ketidaknyamanan yang lebih tepat selain apa yang terjadi pada Revolusi Perancis.

Mari kita berpindah ke Indonesia di masa sekarang. Teknologi informasi dan komunikasi telah berkembang pesat menawarkan segudang kelebihan dan menjanjikan peningkatan standar hidup. Di sisi lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan pendidikan telah mendorong spesialisasi lapangan pekerjaan dan memunculkan profesi-profesi baru yang memberikan pendapatan lebih tinggi. Dus, kombinasi antara perkembangan teknologi dan kemajuan pendidikan semestinya mampu mengubah struktur sosial di masyarakat ke arah yang lebih baik. Tapi, apakah benar demikian? Continue reading

(Bukan) Piramida Maslow

Piramida Maslow

Semua yang pernah belajar bisnis dan manajemen pasti familiar dengan piramida Maslow. Tapi tahukah Anda bahwa sebetulnya piramida tersebut bukanlah merupakan hasil karya Abraham Maslow?

Piramida Maslow diajarkan di berbagai mata kuliah terkait bisnis dan manajemen, seperti Manajemen, Teori Organisasi, Manajemen Sumberdaya Manusia, Perilaku Organisasi, dan sebagainya. Saking populernya, piramida Maslow bahkan sering dianggap sebagai bagian dari pop culture. Hingga kini, ia masih menjadi salah satu konsep yang paling populer dan diadopsi secara luas. Continue reading

Mengembalikan Keberadaban Dunia Maya

Konon, ibu kota lebih kejam daripada ibu tiri. Namun kini, ada yang jauh lebih kejam daripada ibu kota dan ibu tiri: ibu jari warganet (netizen). Mulai dari pesan viral di media sosial, situs politik, akun selebritas, hingga portal sepakbola, begitu mudah ditemukan caci maki dan hujatan seisi kebun binatang. Apa yang membuat kita berubah? Di manakah rasa kemanusiaan kita sesungguhnya?

Internet dan media sosial memang dunia yang sangat demokratis dan bahkan cenderung anarkis. Siapapun dapat membuat akun, memajang foto, menulis artikel, dan menyebar pesan tanpa harus benar-benar membuktikan jati diri mereka yang sesungguhnya. Anda bisa membuat sebanyak mungkin akun anonim semau Anda—yang di satu sisi dapat mendorong kreativitas, tetapi juga membuka peluang bagi pembuat onar di sisi yang lain.

Dalam konteks masyarakat Indonesia dengan segala keterbatasan literasi digitalnya, ruang-ruang digital semacam ini menjadi lubang yang dapat dimainkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Hal ini bisa menjadi senjata ampuh bagi pihak-pihak oportunis untuk memainkan isu-isu yang dapat memecah belah masyarakat. Bukannya mempersatukan, teknologi digital justru menciptakan fragmentasi dan mendorong perpecahan. Continue reading

Memahami Perilaku Pemerintah

Dari banyak literatur, fungsi pemerintah bisa dikategorikan dalam dua bidang besar: akumulasi dan legitimasi. Akumulasi berarti pemerintah membuat dan menjaga terciptanya kondisi yang memungkinkan penciptaan laba (creation of profits) bagi negara. Legitimasi adalah bagaimana pemerintah menunjukkan komitmen bagi negara untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera (equitable society).

Kalau dijabarkan, dua fungsi besar ini tadi akan menjadi sangat beragam. Mulai dari membuat legal framework bagi terciptanya masyarakat yang beradab, memastikan perdamaian dan keteraturan (polisi, militer, pengadilan, dsb.), melindungi industri dalam negeri (bea cukai dan tarif), menjamin public goods (kesehatan, pendidikan, pensiun, dsb.), memberikan mekanisme transaksi keuangan dan perbankan, memastikan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi, hingga mengatasi kemiskinan dan ketidaksetaraan.

Namun, diskusi baru akan jadi lebih menarik ketika kita bandingkan antara institutional design (in theory) versus behaviour (de facto) karena inilah sumber masalah utamanya. Continue reading